Coretanrakyat.id Situbondo Jatim Minggu 4 Mei 2025: Dorongan pembentukan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Situbondo kini menguat, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan pemerintah daerah akan pentingnya pengelolaan sumber daya hutan secara mandiri dan berkelanjutan.
Kabupaten Situbondo memiliki luas wilayah administratif sebesar 1.638,50 km² dengan konfigurasi wilayah yang memanjang di jalur utara Jawa Timur. Terletak secara strategis di antara Selat Madura dan Selat Bali, serta berbatasan dengan kabupaten Probolinggo, Bondowoso, dan Banyuwangi, Situbondo merupakan wilayah yang kaya akan potensi agraria, kelautan, serta kehutanan.
Kawasan Hutan yang Terfragmentasi Pengelolaannya:
Ironisnya, kawasan hutan seluas 54.881,34 hektar yang berada di wilayah administratif Situbondo saat ini masih dikelola oleh tiga KPH berbeda:
KPH Probolinggo: Mengelola 2.985,63 ha.
KPH Bondowoso: Mengelola 29.523,29 ha.
KPH Banyuwangi Utara: Mengelola 22.372,42 ha.
Fragmentasi pengelolaan ini dinilai tidak efisien, baik dari segi administratif, operasional, maupun pengawasan. Pengelolaan yang tersebar membuat Situbondo tidak memiliki kendali penuh atas arah kebijakan kehutanan di wilayahnya sendiri. Hal ini berdampak pada lambatnya pembangunan kehutanan berbasis masyarakat serta sulitnya sinkronisasi program antara pemerintah daerah dan Perum Perhutani.
Fasilitas Memadai, Tapi Belum Mandiri:
Kabupaten Situbondo sebenarnya sudah memiliki infrastruktur yang mendukung terbentuknya satu KPH tersendiri. Terdapat 22 unit rumah dinas dan kantor operasional Perhutani yang tersebar di berbagai kecamatan, termasuk fasilitas eksisting dari tiga KPH pengelola saat ini.
Beberapa lokasi penting fasilitas tersebut meliputi:
Rumah Dinas KRPH dan BKPH di Banyuglugur, Kalianget, Besuki, Sumbermalang, Panarukan, Kendit, Arjasa, hingga Asembagus.
Kantor Sub-KPH (KSKPH) Situbondo yang sudah berdiri namun belum memiliki kewenangan struktural penuh sebagai satuan kerja mandiri.
Keuntungan Strategis Jika KPH Situbondo Dibentuk:
Mendorong pembentukan KPH Situbondo bukan hanya tentang reformasi kelembagaan, tetapi juga terkait efisiensi, kemandirian daerah, dan percepatan program kehutanan berbasis masyarakat. Beberapa keuntungan strategis antara lain:
1. Peningkatan Tata Kelola Hutan
KPH lokal akan mempercepat pengambilan keputusan dan pengawasan terhadap kawasan hutan. Program konservasi, produksi kayu dan non-kayu bisa lebih terarah dan adaptif.
2. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan
Banyak desa di Situbondo yang menggantungkan hidup dari pemanfaatan hutan. Dengan KPH sendiri, program perhutanan sosial, agroforestri, dan wisata alam akan lebih mudah dijalankan.
3. Mendorong Investasi dan PAD
Kemandirian pengelolaan memungkinkan daerah merancang potensi pendapatan dan kerja sama investasi kehutanan secara langsung, tanpa melalui koordinasi lintas kabupaten.
4. Perlindungan Ekosistem Lokal
Situbondo memiliki ekosistem unik yang berbeda dengan kabupaten lain. Pengelolaan hutan berbasis karakteristik lokal akan melindungi flora, fauna, dan tanah secara lebih baik.
Seruan dari Aktivis dan Masyarakat:
Ketua Umum LSM Siti Jenar, Eko Febriyanto, menyuarakan urgensi pembentukan KPH Situbondo sebagai wujud keadilan struktural dan tanggung jawab ekologis.
“Sudah waktunya Situbondo berdiri di atas kaki sendiri dalam urusan kehutanan. Kami memiliki wilayah, sumber daya, fasilitas, dan masyarakat yang siap dilibatkan. Tidak adil jika keputusan-keputusan penting masih ditentukan dari luar kabupaten,” tegasnya.
Sebagai tokoh masyarakat dan Direktur Utama PT Siti Jenar Group Multimedia, Eko berharap Perhutani bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera merespons aspirasi ini.
Langkah Menuju Realisasi:
Agar pembentukan KPH Situbondo terealisasi, beberapa langkah krusial perlu segera dilakukan:
Penataan batas wilayah kerja hutan antara Situbondo dan kabupaten sekitar
Pengalihan struktur organisasi dan kewenangan pengelolaan dari tiga KPH induk kepada unit baru
Pemetaan ulang SDM, infrastruktur, dan rencana kerja tahunan
Sosialisasi kepada masyarakat hutan agar tidak terjadi kebingungan atau penolakan
Kesimpulan:
Membentuk KPH Situbondo bukan hanya solusi teknis, tetapi juga langkah strategis untuk menegakkan kedaulatan pengelolaan sumber daya alam secara lokal. Dalam konteks otonomi daerah, sudah seharusnya Situbondo tidak sekadar menjadi “penyedia lahan” bagi KPH tetangga, tetapi menjadi pelaku utama dalam mengelola dan menjaga kekayaan hutannya sendiri.
Kini bola ada di tangan pemangku kebijakan di pusat dan apakah akan mendengar suara rakyat Situbondo dan memulai babak baru dalam pengelolaan hutan mari kita kawal bersama.
(Tim Redaksi – Sitijenarnews Group multimedia)