Coretanrakyat.id Jakarta, 30 September 2025 — Dorongan untuk memperbaiki tata niaga gula nasional kian menguat. Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nasim Khan, menegaskan bahwa tata niaga gula harus segera direformasi secara menyeluruh agar tidak lagi menjadi “penyakit tahunan” yang terus merugikan petani tebu dan masyarakat. Pernyataan itu disampaikan Nasim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan RI, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara III (Persero), dan Perum Bulog, Senin (29/9/2025) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Nasim menyoroti persoalan tumpang tindih kebijakan antar-kementerian yang selama ini menghambat perbaikan tata niaga gula nasional. Menurutnya, regulasi dari sektor pertanian, perdagangan, hingga industri sering berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi efektif, sehingga setiap tahun persoalan gula kembali mencuat dan berimbas pada stabilitas harga, kesejahteraan petani tebu, serta pasokan gula untuk masyarakat.
“Dalam menentukan kebijakan, kita memiliki banyak pihak: ada regulator, distributor, dan korporasi. Seharusnya ada sinergi, bukan berjalan sendiri-sendiri. Kalau tidak, persoalan ini akan terus menjadi masalah tahunan dan pada akhirnya yang dikorbankan adalah masyarakat dan petani kita,” tegas Nasim Khan.
Dukung Penuh Perpres Tata Niaga Gula Nasional:
Untuk mengakhiri persoalan klasik itu, Komisi VI DPR RI menyatakan dukungan penuh terhadap langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Sistem Tata Niaga Gula Nasional. Regulasi ini diharapkan menjadi payung hukum terintegrasi dari hulu ke hilir: mulai dari pengawasan impor, penyerapan gula petani, distribusi, hingga pengendalian gula rafinasi.
Nasim menilai kehadiran Perpres ini akan menjadi tonggak penting bagi penguatan peran BUMN pangan, peningkatan kemitraan dengan petani tebu rakyat, serta penataan rantai pasok agar tidak lagi merugikan pihak yang paling lemah. “Kalau kita tidak segera berbenah, pertanian Indonesia bisa hancur. Karena itu, kami mendesak pemerintah memperkuat peran BUMN pangan dan memastikan kemitraan yang sehat dengan petani tebu agar posisi tawar mereka semakin kuat,” ujarnya.
Panggil 11 Importir Gula Rafinasi:
Komisi VI juga menyoroti adanya dugaan kebocoran distribusi gula rafinasi yang seharusnya hanya untuk industri, namun ditemukan merembes ke pasar konsumsi. Kondisi ini mengganggu stabilitas harga gula konsumsi dan menekan penyerapan gula produksi petani dan BUMN.
Nasim mengungkapkan, Komisi VI melalui Kementerian Perdagangan akan memanggil 11 perusahaan pemegang izin impor gula rafinasi untuk meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban terkait dugaan pelanggaran tersebut.
“Perusahaan yang sudah diberi izin harus bertanggung jawab. Jangan justru mereka yang menuntut balik karena merasa dirugikan, padahal kewajiban mereka tidak dijalankan. Akibatnya terjadi kebocoran gula rafinasi di pasar, yang membuat harga gula petani tertekan,” kata Nasim.
Dorong Koordinasi Lintas Komisi dan Transparansi Data:
Selain menekankan pentingnya Perpres, Nasim juga mengusulkan rapat gabungan lintas komisi dan kementerian agar koordinasi kebijakan lebih efektif. Ia menekankan bahwa transparansi data perdagangan gula nasional mutlak diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat dan adil bagi semua pihak.
“Persoalan gula tidak boleh lagi dihadapi secara sektoral. Kita perlu satu peta jalan bersama yang mengintegrasikan semua kebijakan agar tidak saling tumpang tindih,” tambahnya.
Harapan Petani dan Konsumen:
Dengan terbitnya Perpres Tata Niaga Gula Nasional yang terintegrasi, diharapkan:
Harga gula petani dapat lebih stabil dan layak,
Ketersediaan pasokan untuk industri dan konsumsi terjaga,
Distribusi dan impor lebih transparan dan terkendali,
BUMN pangan dapat menjalankan peran strategis sebagai penyangga harga dan pasokan.
Nasim Khan menegaskan bahwa Komisi VI DPR RI siap mengawal implementasi Perpres ini bersama pemerintah agar benar-benar berdampak positif bagi petani tebu, industri, dan masyarakat luas.
(Red/Tim)













