Coretanrakyat Jakarta, Senin 16 Juni 2025 — Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) segera menerapkan skema baru tata kelola pupuk bersubsidi yang diharapkan mampu memperbaiki sistem distribusi dan efektivitas penyaluran pupuk kepada petani. Tata kelola baru tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2025 yang merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Dalam sistem baru ini, pemerintah memangkas rantai birokrasi dan distribusi, di mana distribusi pupuk bersubsidi hanya akan melibatkan PT Pupuk Indonesia (Persero), Kementerian Pertanian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sementara rantai distribusi diperpendek dengan hanya melibatkan PT Pupuk Indonesia, pelaku usaha distribusi, dan titik serah yang berhubungan langsung dengan gapoktan, pokdakan, pengecer dan koperasi.
Meski menyambut baik langkah reformasi tata kelola ini, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan, menegaskan bahwa keberhasilan penerapan sistem baru ini sangat tergantung pada pembaruan data penerima pupuk subsidi. Ia menilai permasalahan paling mendasar yang belum terselesaikan selama ini adalah ketidaktepatan data dalam sistem pendataan Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).
“Kami menyambut baik tata kelola pupuk bersubsidi yang terbaru. Tapi kami berharap sebelum penerapan itu dilakukan, pendataan penerima pupuk bersubsidi harus dilakukan pembaharuan terlebih dahulu agar hasilnya sesuai dengan target dan tepat sasaran,” ujar Nasim Khan, Senin (16/6/2025).
Nasim menyoroti bahwa selama ini masih banyak persoalan dalam e-RDKK, sistem yang digunakan untuk menginput kebutuhan pupuk subsidi berdasarkan luas lahan, jenis tanaman, dan musim tanam. Data yang masuk ke sistem, menurutnya, masih banyak yang tidak sesuai kondisi di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah adanya penerima yang telah pindah lahan atau bahkan tidak lagi memiliki sawah, tetapi masih tercatat sebagai penerima pupuk subsidi.
“Data yang ada selama ini banyak yang tidak sesuai. Seharusnya dilakukan pembaharuan data terlebih dahulu oleh aparat desa, pemerintah kabupaten hingga dinas sebelum dilakukan penerapan tata kelola pupuk bersubsidi terbaru,” tegas legislator dari Dapil Jawa Timur tersebut.
Tak hanya sebagai anggota DPR, Nasim juga dikenal sebagai Presiden Asosiasi Pengecer Pupuk Indonesia (APPI), yang tentu memiliki pandangan teknis dalam praktik distribusi di lapangan. Menurutnya, salah satu langkah konkret yang wajib dilakukan adalah membuka akses data penerima pupuk subsidi secara publik guna menjamin transparansi dan mencegah praktik penyalahgunaan.
“Jangan sampai ketika sudah diperbaharui tata kelola pupuk bersubsidi tapi penerima pupuk tidak tepat sasaran karena penerima bukanlah orang yang tepat atau yang membutuhkan pupuk bersubsidi,” ungkap Nasim.
Ia menyebutkan, data penerima harus bisa diakses secara terbuka agar masyarakat maupun lembaga pengawas bisa memantau langsung siapa saja yang menerima pupuk bersubsidi. Transparansi ini, menurutnya, sangat penting untuk menghindari praktik penyalahgunaan, penimbunan, atau bahkan monopoli pupuk oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
“Keterbukaan data penerima pupuk bersubsidi ini penting dan harus dilakukan secara transparan untuk mencegah penyalahgunaan dan adanya praktek monopoli,” tandasnya.
Selain itu, Nasim Khan juga meminta agar Kementerian Pertanian melakukan evaluasi terhadap daftar komoditas penerima pupuk subsidi. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan dalam distribusi antara satu komoditas dengan komoditas lain yang sebenarnya sama-sama membutuhkan dukungan subsidi.

Dengan sistem baru yang tengah disiapkan, pemerintah berharap proses penyaluran pupuk subsidi akan menjadi lebih efisien, cepat, dan tepat sasaran. Namun demikian, tanpa pembaruan data penerima yang valid dan transparan, maka harapan perbaikan ini bisa menjadi kontraproduktif. Komisi VI DPR pun menegaskan komitmennya untuk terus mengawasi dan memastikan bahwa implementasi kebijakan ini berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yakni membantu petani secara nyata dalam meningkatkan produksi dan kesejahteraan mereka.
(Red/Tim)