Coretanrakyat.id Situbondo, Rabu 9 Juli 2025: Situasi fiskal Pemerintah Kabupaten Situbondo kembali menjadi pusat perhatian publik. Realisasi anggaran daerah tahun 2025 yang masih jauh dari kata maksimal memicu kekhawatiran serius dari berbagai kalangan masyarakat sipil. Sorotan paling tajam datang dari sejumlah aktivis senior yang secara terbuka melayangkan kritik keras melalui aksi audiensi terbuka bersama DPRD Situbondo.
Data sementara menunjukkan bahwa hingga memasuki pertengahan tahun anggaran, daya serap APBD Situbondo baru mencapai sekitar 35 persen, dan mayoritasnya dialokasikan untuk belanja pegawai. Kondisi ini dinilai sangat mengkhawatirkan, terlebih mengingat waktu efektif pelaksanaan program pembangunan semakin sempit, sementara tekanan kebutuhan masyarakat kian meningkat.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang Komisi III DPRD Situbondo, aktivis senior Amirul Mustafa menyebut bahwa rendahnya serapan anggaran merupakan bentuk kegagalan struktural pemerintahan dalam merespons kebutuhan daerah secara cepat dan efektif.
“Ini bukan hanya persoalan teknis administrasi. Ini gejala akut dari lemahnya kepemimpinan dan ego sektoral yang tumbuh di pemerintahan baru. Banyak program stagnan, karena enggan melanjutkan warisan pemimpin sebelumnya,” ujar Amirul.
Menurutnya, rendahnya realisasi anggaran bukan saja berpotensi menghambat pembangunan, tetapi juga dapat berdampak pada kepercayaan pemerintah pusat. Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Situbondo pada tahun 2026 terancam dipotong atau dialihkan ke daerah lain yang dianggap lebih siap menyerap anggaran.
“Kalau pusat melihat Situbondo tidak siap dan tidak disiplin, mereka akan alihkan DAK ke daerah lain. Dan ketika itu terjadi, rakyat yang jadi korban,” tegasnya.

Suara keras dan kritis juga datang dari Ketua Umum LSM SITI JENAR, Eko Febriyanto, yang mengecam sikap pasif DPRD Situbondo dalam mengawasi kinerja pemerintah daerah. Ia menyayangkan posisi DPRD yang cenderung diam dalam menghadapi stagnasi serapan anggaran, padahal mereka memiliki wewenang konstitusional untuk menekan eksekutif melalui fungsi pengawasan.
“Wakil rakyat ini digaji untuk mengawasi pemerintah, bukan untuk diam dan sibuk dengan proyek aspirasi. Jangan sampai DPRD justru jadi bagian dari kelumpuhan birokrasi,” kata Eko dalam forum tersebut.
Ia bahkan menuding beberapa anggota dewan justru sibuk dengan Pokok-pokok Pikiran (Pokir) dan proyek Jasmas, yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan merusak independensi fungsi legislasi dan pengawasan.
“Kalau legislatif ikut mengatur proyek, siapa yang akan mengawasi? Ini praktik yang harus dihentikan, demi menjaga integritas lembaga DPRD,” tambahnya.
Forum audiensi menghasilkan tujuh poin desakan publik yang dirumuskan bersama oleh aktivis, masyarakat, dan sejumlah anggota DPRD:
1. DPRD diminta memperkuat fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBD 2025 yang serapannya masih sangat rendah.
2. Realisasi anggaran yang baru menyentuh 35 persen didominasi oleh belanja pegawai, bukan program pembangunan.
3. Masyarakat saat ini sangat membutuhkan akses terhadap program kerja, lapangan kerja, dan pendidikan, terlebih menjelang tahun ajaran baru.
4. Program yang belum berjalan harus segera direvisi dalam perubahan anggaran sebelum PAPBD.
5. Pemda diminta lebih transparan dalam menyampaikan laporan realisasi anggaran kepada publik secara berkala.
6. DPUPP diminta segera melaksanakan seluruh kegiatan teknis yang telah direncanakan dan dianggarkan.
7. Perencanaan yang bermasalah harus dievaluasi dan diperbaiki agar tidak menjadi beban pelaksanaan pada sisa tahun anggaran.
Meski audiensi berjalan terbuka dan kondusif, hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Situbondo atas desakan dan kritik tajam tersebut. Beberapa pimpinan DPRD yang hadir hanya mencatat dan menyatakan akan membawa aspirasi itu ke forum internal.
Para Aktivis mengingatkan bahwa stagnasi fiskal yang sedang terjadi bukan semata ancaman administratif, tetapi juga bencana sosial laten jika tidak segera ditangani. Keterlambatan realisasi anggaran berdampak langsung pada ekonomi rakyat, terutama kalangan bawah yang menggantungkan hidup dari program pembangunan dan bantuan sosial pemerintah.
“Kami akan terus mengawal ini. Pemerintah dan DPRD harus segera ambil sikap. Kalau perlu kami datang lagi dengan lebih banyak massa,” pungkas Amirul.

Dengan semakin kuatnya tekanan publik dan sinyal dari pusat soal efisiensi fiskal nasional, bola kini berada di tangan Pemkab dan DPRD Situbondo. Apakah mereka memilih bertindak atau tetap menunggu waktu berjalan hingga kepercayaan hilang dan kini masyarakat menunggu jawabannya.
(Laporan Khusus – Sitijenarnews Group, Biro Situbondo)