Coretanrakyat.com Bondowoso, Jawa Timur: Fakta mengejutkan terkuak dari jantung administratif Kabupaten Bondowoso. Kecamatan Ijen, yang selama ini dikenal sebagai wilayah strategis penghasil kopi dan sayur dataran tinggi, ternyata berdiri di atas tanah negara yang belum pernah dilepaskan atau diserahkan secara sah kepada pemerintah daerah. Seluruh infrastruktur pemerintahan, permukiman warga, dan fasilitas umum di wilayah ini ternyata tidak memiliki legalitas tanah yang jelas.

Sejarah Berdiri di Tanah yang Bukan Milik Sendiri:
Kecamatan Ijen resmi dibentuk pada awal tahun 2000-an sebagai pemekaran dari Kecamatan Sempol. Namun, dari awal pembentukannya hingga saat ini, tidak ada proses administrasi yang menegaskan legalitas penggunaan lahan yang digunakan untuk fasilitas pemerintah maupun permukiman masyarakat.
Seluruh wilayah administratif Ijen yang mencakup enam desa — Sempol, Kalisat, Jampit, Kaligedang, Kalianyar, dan Sumberrejo — ternyata berdiri di atas tanah negara, yang statusnya sebagian besar merupakan:
HGU (Hak Guna Usaha) milik PTPN XII,
Kawasan hutan negara di bawah pengelolaan Perhutani,
Dan sebagian lainnya adalah tanah eks perkebunan tanpa kejelasan peralihan status.
Ironisnya, tidak pernah ada dokumen pelepasan, hibah, atau hak pakai resmi dari negara kepada Pemkab Bondowoso, baik untuk lahan perkantoran, rumah dinas, sekolah, maupun infrastruktur umum lainnya.
Legalitas Dipertanyakan, Pemerintahan Terancam Cacat Administratif;
Berdasarkan temuan LSM Siti Jenar dan kajian dokumen pertanahan, kondisi ini menempatkan Kecamatan Ijen dalam status yang secara administratif cacat hukum. Seluruh kegiatan pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan infrastruktur di atas tanah tanpa legalitas berpotensi melanggar aturan.

“Bagaimana mungkin pemerintah bekerja, melayani masyarakat, dan membangun infrastruktur di atas tanah yang tidak jelas statusnya? Ini bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran administrasi dan pengelolaan aset negara yang sangat fatal,” ungkap Eko Febrianto, Ketua LSM Siti Jenar.
Dampak Nyata: Masyarakat Terjebak di Zona Abu-Abu.
Lebih dari 20 tahun berlalu, ribuan warga Kecamatan Ijen masih tinggal di atas tanah yang tidak dapat mereka miliki secara hukum. Mereka tidak dapat mengajukan sertifikat hak milik, tidak bisa menjaminkan tanah untuk pinjaman usaha, dan terancam sewaktu-waktu dipindahkan jika status lahan dipersoalkan oleh negara atau BUMN pengelola.

“Sejak orang tua kami tinggal di sini, sampai kami punya anak dan cucu, tak satupun dari kami punya surat tanah. Rumah berdiri, jalan dibangun, tapi kami tetap dianggap ‘menumpang’ di tanah negara,” keluh seorang warga dari Desa Sempol.
Pemerintah Daerah dan Provinsi Dinilai Lalai:
Kondisi ini juga menunjukkan adanya kelalaian struktural dan pembiaran oleh Pemerintah Kabupaten Bondowoso dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Selama dua dekade, tidak ada langkah konkret untuk:
Mengurus pelepasan lahan dari PTPN XII atau Perhutani,
Mengajukan pengalihan hak guna kepada negara,
Mensertifikatkan fasilitas pemerintahan yang dibangun.
“Pemekaran wilayah tanpa landasan hukum agraria adalah pelanggaran berat. Pemerintah seharusnya tidak hanya berpikir soal struktur birokrasi, tapi juga legalitas tanah dan perlindungan hak warga negara,” ujar Eko tegas.
Mendesak: Audit Tanah, Legalisasi, dan Pemulihan Status
Melihat kompleksitas dan bahayanya persoalan ini, LSM Siti Jenar mendesak pemerintah pusat, melalui Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Dalam Negeri, segera melakukan audit agraria dan penataan ulang aset di Kecamatan Ijen.
Rekomendasi yang diajukan mencakup:
1. Audit menyeluruh status kepemilikan tanah fasilitas umum di seluruh desa Ijen.
2. Proses hibah atau pelepasan tanah dari BUMN atau Perhutani kepada pemerintah daerah.
3. Pengajuan program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) untuk masyarakat agar memiliki hak atas tanah yang mereka tempati.
4. Penertiban aset-aset pemerintahan agar legal dan tidak rawan sengketa.
Akankah Ijen Tetap Berdiri di Udara?
Kasus Kecamatan Ijen ini menjadi contoh bagaimana kelemahan dalam tata kelola agraria dan administrasi daerah dapat merusak sendi pemerintahan dan menelantarkan hak-hak rakyat. Jika tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin seluruh infrastruktur pemerintahan Kecamatan Ijen akan dianggap ilegal, dan pelayanan publik pun menjadi cacat hukum.

Masih ada waktu untuk memperbaiki. Tapi tanpa komitmen politik dan langkah konkret dari pemerintah, Kecamatan Ijen akan terus menjadi wilayah administratif yang “mengambang”: berdiri secara birokratis, tetapi tidak berpijak secara hukum.
(Reporter: Tim Investigasi Agraria & Tata Wilayah Siti Jenar Group Multimedia
Sumber: LSM Siti Jenar, Data ATR/BPN Bondowoso, Dokumentasi Warga, Kementerian LHK)













