Coretanrakyat.id Jember, Jawa Timur – Selasa 23 September 2025 menjadi hari yang mencatat peristiwa politik dan hukum penting di Kabupaten Jember. Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto, akhirnya mengambil langkah tegas dengan secara resmi melaporkan Bupati Jember, Muhammad Fawait, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Laporan ini, kata Djoko, disertai surat resmi yang ia tujukan langsung ke KPK. Ia menegaskan, selama ini dirinya memilih diam, namun situasi yang semakin tidak transparan dalam penyelenggaraan pemerintahan membuat ia tidak bisa lagi tinggal berpangku tangan. “Yang saya tempuh cara kedinasan dengan surat. Selama ini saya diam, tapi sudah dibuka KPK, ya betul saya yang bersurat,” tegas Djoko, Senin (22/9).
Tidak berhenti di KPK, Djoko juga mengaku sudah melaporkan kondisi tersebut kepada Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, serta Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Menurutnya, langkah itu merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai wakil kepala daerah.
“Harapan saya, KPK benar-benar memberi perhatian serius. Kalau upaya pembinaan yang saya minta berubah menjadi penindakan hukum, saya tidak menyesal. Yang penting ada perbaikan tata kelola pemerintahan,” kata Djoko.
Djoko mengungkapkan, permasalahan utama yang menjadi dasar aduan ke KPK adalah dugaan penyimpangan dalam penyusunan maupun pembelanjaan APBD. Menurutnya, proses anggaran berlangsung tanpa transparansi. Ia bahkan mengaku tidak pernah dilibatkan, padahal secara konstitusi ia memiliki kewenangan ikut mengawasi.
“Saya tidak minta proyek, tapi ingin memastikan APBD jangan sampai dicolong. Nyatanya, saya tidak pernah dilibatkan dalam rencana APBD. Diberi tahu saja tidak. Tahu-tahu sudah paripurna. Kalau saya diundang pun, itu tinggal pengesahan,” ungkapnya.
Salah satu poin yang paling keras dikritik Djoko adalah keberadaan Tim Pengarah Percepatan Pembangunan Daerah (TP3D), yang disebutnya sebagai organ ad hoc bentukan Bupati Fawait. Tim ini, menurut Djoko, berisi sejumlah politikus yang dulunya bagian dari tim sukses Fawait.
“TP3D itu sejatinya nama lain dari tim ahli yang sudah jelas dilarang. Dibentuk tanpa dasar hukum, bertentangan dengan instruksi Presiden RI. Anehnya, mereka justru bisa leluasa memanggil kepala-kepala OPD, bahkan terkesan mengintervensi kebijakan,” tandas Djoko.
Sebaliknya, ia sebagai wakil bupati justru dipinggirkan. “Saya membuat nota dinas resmi untuk membina kepala OPD saja ditolak. Padahal itu kewenangan kedinasan saya. Tapi justru yang bukan pejabat resmi diberi ruang bebas,” tambahnya.
Lebih lanjut, Djoko menyoroti dugaan penyalahgunaan aset daerah dan penempatan pejabat yang tidak sesuai aturan. Ia menyebut, banyak laporan masuk terkait penggunaan kendaraan dinas oleh pihak yang bukan pejabat, hingga penunjukan pejabat tanpa pertimbangan jabatan yang sesuai.
“Saya menerima banyak laporan. Kendaraan bermotor milik daerah digunakan oleh orang yang bukan pejabat. Ada pula penunjukan pejabat tanpa dasar pertimbangan yang semestinya. Semua itu saya sampaikan ke Mendagri dan Gubernur agar ada perbaikan birokrasi di Jember,” ujarnya.
KPK sendiri telah membenarkan adanya laporan tersebut. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan aduan yang masuk terkait pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi di pemerintahan daerah. “Benar, kami sudah menerima aduan yang disampaikan terkait Pemda,” kata Budi singkat.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Bupati Jember Muhammad Fawait belum memberikan tanggapan resmi. Tim media yang berusaha menghubunginya tidak mendapatkan respons.

Laporan Djoko ke KPK ini diyakini akan menjadi perhatian luas, baik di tingkat lokal Jember maupun di tingkat Jawa Timur. Sebab, persoalan ini tidak hanya menyangkut hubungan antara bupati dan wakil bupati, melainkan juga menyangkut transparansi pengelolaan APBD, integritas birokrasi, dan keberlangsungan pemerintahan daerah yang seharusnya bersih dari praktik korupsi.
(Red/Tim-Biro Siti Jenar Group Multimedia Jember Jatim)