Banyuwangi, 5 Desember 2025 — Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Banyuwangi menyatakan keprihatinan mendalam atas praktik alih fungsi lahan yang dilakukan PT Lidjen di kawasan hulu lereng Gunung Ijen. Perusahaan tersebut diduga membuka sekitar 40 hektare lahan, 20 hektare untuk tanaman cabai dan 20 hektare untuk jagung, di area yang memiliki fungsi ekologis penting sebagai daerah resapan air dan penyangga bencana.
Sebelumnya, kawasan tersebut dikelola dengan pola agroforestri yang memadukan tanaman keras dan tanaman tahunan seperti kopi, alpukat, serta pepohonan hutan. Vegetasi tersebut selama ini berperan menjaga kestabilan tanah, meningkatkan serapan air, dan mencegah erosi. Namun pola konservatif itu kini digantikan tanaman hortikultura semusim yang berakar dangkal, berumur pendek, dan tidak mampu menjalankan fungsi ekologis setara vegetasi hutan.
Ketua PC PMII Banyuwangi, Haikal Roja’ Hasbunallah, menegaskan bahwa pembukaan lahan dalam skala besar di wilayah hulu berpotensi meningkatkan ancaman banjir bandang, longsor, serta penurunan kualitas sumber mata air yang menjadi andalan masyarakat di wilayah hilir.
“Kawasan hulu Gunung Ijen memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan hidrologi. Ketika hutan dan vegetasi alami digantikan oleh tanaman semusim seperti cabai dan jagung, risiko banjir meningkat signifikan. Kami tidak bisa membiarkan keselamatan masyarakat dikorbankan demi kepentingan ekonomi jangka pendek,” ujarnya.
PMII Banyuwangi menilai aktivitas tersebut berpotensi melanggar prinsip konservasi kawasan lindung. Karena itu, mereka mendesak pemerintah daerah segera melakukan investigasi menyeluruh terkait legalitas dan dampak lingkungan dari pembukaan lahan tersebut.
Haikal menambahkan bahwa proses pembukaan lahan yang tidak mempertimbangkan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) akan menimbulkan konsekuensi jangka panjang bagi masyarakat.
“Masyarakat di Kecamatan Licin, Kalipuro, dan sekitarnya akan menjadi pihak yang pertama merasakan efeknya. Ketika musim hujan tiba, banjir dan longsor sangat mungkin terjadi akibat hilangnya penyangga alami,” tegasnya.
PMII Banyuwangi juga menyoroti ketidaksesuaian antara praktik di lapangan dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Bupati Nomor 188/108/KEP/429.011/2029. Dalam keputusan tersebut, PT Lidjen tercatat sebagai pemegang HGU Nomor 05/HGU/BPN RI/2016 dengan total lahan 1545,185 hektare untuk komoditas tanaman keras seperti cengkeh, kopi, dan tebu. Namun, perusahaan justru menanami sebagian lahannya dengan tanaman hortikultura cabai dan jagung.
“Penyimpangan dari ketentuan ini bukan hanya menunjukkan ketidakpatuhan terhadap izin pemanfaatan lahan, tetapi juga menghadirkan ancaman nyata terhadap keselamatan ekologis serta keberlangsungan hidup masyarakat di sekitarnya,” pungkas Haikal.(Emen)







