Coretanrakyat.id Situbondo, Jumat 13 Juni 2025: Aktivitas pertambangan galian C di wilayah barat Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, kian berkembang masif. Wilayah seperti Kecamatan Banyuglugur, Jatibanteng, dan Desa Gunung Malang, Kecamatan Suboh, kini menjadi titik-titik utama pertambangan tanah uruk yang setiap harinya dilintasi ratusan kendaraan berat pengangkut material.

Meskipun keberadaan galian ini sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan proyek strategis nasional seperti jalan tol, namun dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat setempat terus menumpuk. Kerusakan infrastruktur, pencemaran lingkungan, hingga gangguan kesehatan kini menjadi masalah yang kian serius.
Jalan Rusak dan Polusi Jadi Ancaman Harian:
Hampir setiap hari, truk-truk tambang melintasi jalan desa dan lingkungan permukiman. Akibatnya, jalan yang semula bisa dilalui kendaraan warga kini rusak parah, berlubang dan licin saat hujan.
“Masyarakat yang dulu bisa lewat dengan motor sekarang harus hati-hati. Aspalnya sudah hancur, jalan jadi berdebu dan licin. Truk lalu-lalang dari pagi sampai malam,” keluh seorang warga Desa Gunung Malang.
Selain kerusakan fisik, warga juga mengeluhkan polusi debu yang pekat, terutama saat musim kemarau. Debu masuk ke rumah-rumah, menempel di tanaman, dan menyebabkan gangguan pernapasan pada anak-anak dan lansia.
Penutupan Akses Jalan Tambang di Kawasan Hutan:
Sore ini, Jumat (13/6), aparat gabungan yang terdiri dari Satuan Polisi Mobil Hutan (Polmob) dan sejumlah unsur penegak hukum lainnya melakukan penutupan terhadap dua akses jalan utama menuju lokasi tambang yang diketahui melintasi kawasan hutan negara tanpa izin pemanfaatan.
Dua lokasi yang ditindak yaitu:
1. PT Ganjem Indo Teknik – Akses jalan di Blok Dawuan, Desa Kalianget, Kecamatan Banyuglugur, sepanjang ±300 meter (Petak 61 Pal B176, RPH Taman Timur BKPH Taman, KPH Probolinggo).
2. CV Sumber Sukses Alami – Akses jalan di Blok TPS sepanjang ±1.468 meter, dalam kawasan hutan yang sama (Petak 60e Pal B115).
Kedua akses ini ditutup lantaran diduga belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan, sebagaimana diatur dalam regulasi kehutanan nasional.

LSM SITI JENAR: Banyak Izin Tambang Tak Lengkap atau Sudah Mati.
Ketua Umum LSM SITI JENAR, Eko Febriyanto, menyebut banyak aktivitas tambang di wilayah tersebut beroperasi tanpa kelengkapan izin, bahkan ada yang masih mengandalkan izin orang lain, atau izinnya sudah kadaluarsa.
“Yang kami soroti bukan hanya soal legal atau tidak, tetapi dampaknya. Kalau tidak ada izin lengkap, berarti tidak ada kewajiban membayar pajak. Artinya, negara dirugikan. Warga pun hanya menerima dampak buruk tanpa kompensasi,” tegasnya.
LSM ini juga mencatat beberapa tambang beroperasi di luar koordinat yang tercantum dalam dokumen izin, yang menunjukkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait.
Ekonomi Lokal Tak Terangkat, Warga Hanya Menjadi Korban:
Ironisnya, aktivitas galian C ini hampir tidak membawa efek positif bagi masyarakat sekitar. Sebagian besar pelaku usaha tambang berasal dari luar daerah, dan kontribusi bagi ekonomi lokal sangat minim. Sementara warga justru menanggung dampaknya.
“Warga bukan pekerja utama, cuma jadi pengeluh setiap hari. Debu, kerusakan jalan, dan suara bising — itu yang kami dapatkan. Kami tidak menolak pembangunan, tapi jangan abaikan hak masyarakat,” ujar tokoh masyarakat Setempat.
Usulan Pembentukan Tim Terpadu:
LSM SITI JENAR mendesak Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk segera membentuk tim terpadu yang melibatkan Forkopimda, dinas teknis seperti ESDM dan Lingkungan Hidup, aparat penegak hukum, serta elemen masyarakat sipil. Tim ini diharapkan dapat:
Melakukan verifikasi ulang terhadap seluruh izin tambang.:
Menertibkan tambang yang izinnya mati atau tidak ada sama sekali.
Mendorong reklamasi lahan pasca tambang.
Memberi perlindungan terhadap masyarakat terdampak.
“Kami sudah sampaikan ke DPRD. Kalau Pemkab serius, tim ini harus segera dibentuk agar tidak ada lagi tambang ‘berizin’ tapi sebenarnya sudah tidak sah,” kata Eko.
Ancaman Nyata bagi Lingkungan dan Generasi Mendatang:
Aktivitas galian C yang tidak terkendali bukan hanya soal kerusakan jalan atau debu. Tapi juga ancaman terhadap keseimbangan ekosistem, sumber air, dan ruang hidup warga. Jika tidak ditangani segera, maka Situbondo barat akan meninggalkan warisan buruk berupa lahan-lahan rusak dan fasilitas umum yang hancur.
“Reklamasi itu wajib. Tapi tidak pernah dilakukan. Hasilnya? Lubang-lubang besar, kubangan air, dan kerusakan permanen,” pungkas Eko.
Penutup:
Pembangunan memang penting. Tapi pembangunan yang mengorbankan lingkungan dan rakyat kecil bukanlah kemajuan. Jika tidak ada tindakan nyata dari Pemkab, APH, dan DPRD, maka Situbondo akan terus terjebak dalam lingkaran eksploitasi sumber daya tanpa keadilan.

Warga menuntut haknya untuk hidup di lingkungan yang bersih, aman, dan layak — bukan hanya menjadi penonton proyek besar yang hasilnya dinikmati segelintir orang.
(Redaksi | Tim Investigasi Sitijenarnews Group – Situbondo, Jawa Timur)